Berita Haian Terbaru - SEBAGAI kejahatan yang telah dikategorikan luar biasa, kekerasan seksual terhadap anak harus diatasi dengan cara-cara luar biasa. Tidak ada satu pun pihak berkepentingan yang boleh memandang kejahatan itu sebagai kejahatan biasa sehingga cukup ditangani secara biasa saja. Dalam beberapa pekan belakangan, negeri ini disuguhi kejadian nan memilukan dengan korban perempuan dan anak. Tragedi yang menimpa Yy, siswi SMP di Bengkulu yang diperkosa dan dibunuh 14 pria, benar-benar melukai perasaan kita yang masih waras.
![]() |
image : wccpenang.org |
Demikian halnya dengan petaka yang menimpa Mis, anak perempuan berusia 10 tahun yang diculik, diperkosa, lantas dibunuh dua laki-laki di Lampung Utara. Terakhir, LN, bocah yang baru berumur 2,5 tahun, diperkosa dan dibunuh tetangganya di Bogor. Sungguh, kita tak habis pikir mengapa pelaku tega melakukan perbuatan sebejat itu. Harus kita katakan, tabiat mereka tak beda, bahkan lebih buruk, daripada binatang.
Mustahil disangkal bahwa Republik ini sudah dalam situasi darurat kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak pun memperlihatkan kekerasan terhadap anak kian merebak. Pada 2015, misalnya, Komnas PA menerima 2.898 laporan, 62% di antaranya kejahatan seksual, atau meningkat ketimbang tahun sebelumnya sebanyak 2.737 kasus. Diyakini, kejadian di lapangan lebih banyak lagi.
Karena itu, kita mendukung penuh langkah Presiden Joko Widodo memasukkan kejahatan seksual terhadap anak ke kelompok kejahatan luar biasa seperti halnya dengan korupsi, narkoba, dan terorisme. Ia menjadi pesan sekaligus perintah bahwa sudah saatnya kita habis-habisan berperang melawan pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Untuk menghadapi perang besar itu, pemerintah segera menyediakan pula senjata yang lebih ampuh berupa Perppu tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lewat perppu yang harus selekasnya diterbitkan itu, hukuman bagi pelaku yang tadinya maksimal hanya 15 tahun akan diperberat menjadi hingga hukuman mati. Hukuman kebiri juga segera diterapkan. Belum cukup, pelaku akan ditanami cip setelah keluar dari penjara, dan identitas mereka pun bakal dipajang di ruang publik.
Jelas, empat pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak itu dirancang demi menghadirkan efek jera. Semestinya, calon pelaku berpikir berjuta kali sebelum memangsa anak-anak karena hukuman yang menunggu begitu berat. Namun, seberat apa pun ancaman hukuman, hasilnya bergantung penuh pada penerapan di lapangan. Ia hanya akan menakutkan secara kata-kata di buku undang-undang jika tidak diterapkan secara tegas dan konsisten. Di sinilah peran penegak hukum menjadi sangat menentukan.
Perppu yang segera diterbitkan pemerintah cuma akan menjadi macan kertas jika penegak hukum tak punya pemahaman yang sama perihal betapa berbahayanya kejahatan seksual terhadap anak bagi masa depan bangsa. Sudah sewajibnya mereka, mulai kepolisian sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, hingga hakim sebagai pemegang palu vonis mengoptimalkan senjata yang kelak disediakan pemerintah tersebut.
Ketegasan mulai hulu hingga hilir menjadi keniscayaan agar perppu perlindungan anak tak sia-sia. Akan percuma pula jika nantinya DPR menolak untuk mengesahkan perppu itu menjadi undang-undang. Agar bangsa ini bisa memenangi perang besar melawan kejahatan seksual terhadap anak, semua pihak wajib satu gerak dan langkah. Tak ada satu pun pihak yang boleh bersikap welas asih kepada para predator anak. Keganasan mereka mutlak disikapi dengan ketegasan tanpa batas.
(DFS)
di kutip - http://news.metrotvnews.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar